Thursday, January 24, 2008

Menyongsong Resesi Global

Beberapa bulan terakhir ini benar-benar periode yang buruk bagi industri finansial di Amerika. Diawali dari kasus kredit macet perumahan yang terkuak pada Agustus 2007, pasar uang di seluruh dunia pun bergejolak dan pergolakan ini berpotensi menyeret anjlok seluruh pasar keuangan dunia, dibarengi dengan jatuhnya nilai dollar.

Kegilaan George W. Bush juga amat berpengaruh dalam kondisi ini. Dengan perang Irak, USA makin terpuruk dan utang luar negerinya saat ini mencapai sekitar 43 trilliun US dollar. Dengan penduduk 303 juta artinya setiap warga negara memiliki utang sebesar USD 142.ooo.

Dampaknya bagi Indonesia?

Dollar yang melemah menyebabkan ekspor barang-barang menuju USA akan tidak kompetitif.
Akibatnya Cina akan mencari pasar yang baru untuk memasarkan produknya yang melimpah ruah, dengan salah satu target utama adalah Indonesia. Hal ini tentunya akan sangat memukul industri lokal yang sudah terpuruk melawan industri dari Cina karena kalah efisiensi dan lainnya.

Dollar yang melemah juga menyebabkan konsumsi minyak di dalam negeri USA berkurang. Akibatnya dapat terjadi oversupply minyak bumi di pasaran karena mafia-mafia minyak akan melepaskan cadangan minyak mereka yang ditimbun dengan harapan minyak mencapai USD 100 / barrel. Turunnya harga minyak ini jelas akan mempengaruhi program produksi massal biofuel di negeri ini. Seberapa besar pengaruhnya bergantung pada penurunan harga minyak nantinya.

Solusinya???

Stick to Indonesian products.
Kalo ada dua produk yang sama dengan mutu yang sama, belilah yang lokal meskipun harganya akan sedikit lebih mahal dari buatan Cina. Pengalaman penulis di Korea, charger baterei buatan industri rumahan mereka (Merk Kkamyang) harganya 1.3 kali lipat dari charger buatan Sanyo.

Selain itu, industri di Indonesia harus mulai beralih ke barang-barang yang selalu akan diperlukan manusia seperti biofuel dan bukan industri barang-barang konsumtif.

Industri garmen???
Sudah pasti terpukul sangat keras. Mungkin suatu saat nanti yang namanya pabrik baju di Indonesia tinggal kenangan.

No comments: